Karena sedang tidak ada pesanan terjemahan, saya iseng menerjemahkan prolog sebuah novel fantasi (tersedia di laman pengarangnya). Ini bisa menjadi portofolio saya atau siapa tahu ada yang tertarik menerbitkan terjemahannya 😉

Deskripsi Buku
Judul: Akata Witch
Pengarang: Nnedi Okorafor
Penerbit: Viking Juvenile (April 2011)
Sunny, anak perempuan dua belas tahun, tinggal di Nigeria, tapi ia kelahiran Amerika. Parasnya khas Afrika, tapi ia albino. Ia atlet yang hebat, tapi tidak bisa bermain sepak bola dengan terkena sinar matahari. Sepertinya ia tidak ada tempat yang sesuai untuknya. Kemudian ia menemukan sesuatu yang luar biasa—ia seorang “agen lepas,” dengan kekuatan sihir terpendam. Ia bergabung dengan empat pelajar sihir lain, mempelajari hal yang tampak dan tidak tampak, belajar untuk mengubah kenyataan. Namun, cukupkah itu untuk membantu mereka saat diminta menangkap pembunuh berantai dengan kemampuan sihir jauh lebih kuat daripada mereka?
Review
“Imajinasi hidup dalam satu halaman karya Nnedi Okorafor lebih kaya daripada seluruh karya besar fantasi biasa.” -Ursula K. Le Guin, penulis seri fantasi Earthsea
“Nnedi Okorafor membukakan pintu ke dunia-dunia baru yang ganjil dan indah. Tokoh-tokohnya memesona, sihirnya berakar kuat di tempat-tempat dan hal-hal sungguhan. Kaya, misterius, dan meyakinkan, Akata Witch membawa fantasi ke arah baru yang mencekam.” -Jonathan Stroud, pengarang seri Bartimaeus
Tentang Pengarang
Nnedi Okorafor lahir di Amerika dengan orangtua Nigeria, dan sering berkunjung ke Afrika. Ia memperoleh banyak penghargaan, termasuk Penghargaan Sastra Wole Soyinka di Afrika. Ia mengajar penulisan kreatif di Chicago State University dan tinggal bersama anak perempuannya di Olympia Fields, Illinois.
Penghargaan untuk Akata Witch
- Nominasi Andre Norton Award – Best Young Adult Science Fiction and Fantasy
- YALSA 2011 – Best Book of the Year
- Amazon.com 2011 – 10 Besar Best Book of the Year
Prolog
Lilin
Aku selalu terpikat oleh lilin. Memandangi lidah api selalu menenangkan hatiku. Di Nigeria sini, PITLN sering memadamkan lampu, jadi aku selalu punya simpanan lilin di kamarku untuk berjaga-jaga.
PITLN singkatan dari “Perusahaan Induk Tenaga Listrik Nigeria,” tapi kata orang sesungguhnya itu singkatan dari “Pastikan Ingat Tempat Lilin di Nigeria.” Di Chicago dulu ada ComEd, dan listrik selalu menyala. Tapi di sini tidak. Belum. Mungkin nanti.
Suatu malam, begitu listrik padam, aku menyalakan lilin seperti biasa. Kemudian, seperti biasa juga, aku turun ke lantai untuk sekadar memandangi lidah apinya.
Lilinku putih dan tebal, seperti lilin di gereja. Aku tengkurap dan menatap lilin terus-menerus. Sangat oranye, seperti perut kunang-kunang. Kegiatan ini menyenangkan dan menenteramkan hingga… api itu mulai berkelip.
Kemudian, aku kira aku melihat sesuatu. Sesuatu yang serius dan besar dan menyeramkan. Aku mendekat.
Lilin itu berkelip seperti api biasa. Aku mendekat lagi, hingga lidah api itu tinggal seinci dari mataku. Terlihat sesuatu. Aku mendekat lagi. Aku hampir sampai. Aku baru mulai memahami apa yang aku lihat ketika lidah api itu mengecup sesuatu di atas kepalaku. Lantas baunya menerpaku dan kamar mendadak menjadi oranye kuning terang! Rambutku kebakaran!
Aku menjerit dan memukuli kepalaku sekeras mungkin. Rambutku yang terbakar membuat tanganku hangus. Tahu-tahu ibuku di kamarku. Ia merobek rapa miliknya dan melemparkannya kepada kepalaku.
Tiba-tiba listrik menyala kembali. Dua abangku berlarian masuk, lalu ayahku. Kamarku bau sekali. Rambutku hilang setengah dan kedua tanganku perih.
Malam itu, ibuku memotong rambutku. Tujuh puluh persen rambutku yang panjang dan cantik pun hilang. Tapi apa yang aku lihat pada lilin itulah yang paling melekat bagiku. Aku telah melihat kiamat di dalam lidah apinya. Api yang mengamuk, samudra yang mendidih, pencakar langit yang ambruk, tanah yang terbelah, orang-orang mati dan sekarat. Itu mengerikan. Dan sudah dekat.
***
Namaku Sunny Nwazue dan aku membuat orang bingung.
Aku punya dua kakak lelaki. Seperti orangtuaku, kakak-kakakku lahir di Nigeria sini. Lalu keluargaku pindah ke Amerika, ke New York kota kelahiranku. Kala usiaku sembilan tahun, kami kembali ke Nigeria, di dekat kota Aba. Orangtuaku merasa tempat itu lebih baik untuk membesarkan aku dan kakak-kakakku, setidaknya kata ibuku begitu. Kami orang Igbo—salah satu suku di Nigeria—jadi aku orang Amerika sekaligus Igbo, sepertinya.
Mengerti, kan, kenapa aku membuat orang bingung? Darahku Nigeria, kelahiranku Amerika, ditambah Nigeria lagi karena aku tinggal di sini. Parasku khas Afrika Barat, seperti ibuku, tapi sementara keluargaku berkulit cokelat tua, rambutku kuning terang, kulitku sewarna “susu basi” (kata orang-orang tolol kepadaku), dan mataku cokelat hazel yang seakan-akan Tuhan kehabisan warna genap saat memberiku mata. Aku albino.
Karena aku albino, matahari menjadi musuhku; kulitku mudah sekali terpanggang sehingga aku merasa hampir sama dengan benda yang rawan terbakar. Karena itulah, walaupun aku sangat pandai bermain sepak bola, aku tidak bisa ikut anak-anak lelaki bermain sepulang sekolah. Tapi mereka pasti tidak mau aku ikut bermain, karena aku perempuan. Picik sekali. Aku terpaksa bermain bola pada malam hari, bersama kakak-kakakku, kalau mereka sedang ingin bermain.
Tentu saja, semua aku alami sebelum sore itu bersama Chichi dan Orlu, ketika segalanya berubah.
Aku mengenangnya sekarang dan menyadari sudah ada tanda-tanda untuk hal yang menjelang.
Sewaktu umurku dua tahun, aku hampir meninggal gara-gara malaria parah. Aku ingat itu. Kakak-kakakku bilang aku aneh karena aku bisa ingat sejauh itu.
Badanku sangat panas, benar-benar terbakar demam. Ibuku berdiri di samping ranjangku, menangis. Aku tidak ingat ayahku banyak di situ. Terkadang kakak-kakakku datang dan menepuk dahiku dengan lembut atau mencium pipiku.
Begitulah keadaanku selama berhari-hari. Lalu sebuah cahaya mendatangiku, seperti lidah api kuning atau matahari mungil. Cahaya itu tertawa dan hangat—tapi hangat yang menyenangkan, seperti air mandi yang sudah dierami selama beberapa menit. Mungkin karena itu aku sangat menyukai lilin. Lama cahaya itu melayang tepat di atasku. Aku pikir cahaya itu mengawasiku. Kadang-kadang nyamuk terbang ke dalamnya dan menguap.
Pasti cahaya itu memutuskan belum waktunya aku mati, karena akhirnya ia menghilang dan keadaanku membaik. Jadi aku memang sudah berpengalaman dengan kejadian aneh.
Aku tahu aku terlihat seperti hantu. Serba pucat. Dan aku pandai menjadi sediam hantu. Sewaktu kecil, kalau ayahku sedang minum bir di ruang tengah sambil membaca koran, aku suka menyelinap masuk. Aku bisa bergerak seperti nyamuk kalau mau. Bukan nyamuk Amerika yang berdengung di telinga kita—nyamuk Nigeria yang sehening mayat.
Aku mengendap-endap mendekati ayahku, berdiri tepat di sebelahnya, dan menunggu. Aku takjub ayahku tidak bisa melihatku. Berdiri saja aku seraya menyeringai dan menunggu. Lalu dia melirik ke samping dan melihatku dan terlompat hingga nyaris menabrak langit-langit.
“Dasar anak bodoh!” desisnya, karena aku benar-benar membuatnya takut—juga karena dia ingin menyakiti hatiku karena dia tahu bahwa aku tahu dia takut. Kadang-kadang aku membenci ayahku. Kadang-kadang aku merasa dia membenciku juga. Bukan salahku bahwa aku bukan anak laki-laki seperti keinginannya atau anak perempuan cantik yang akan diterimanya. Tapi aku telanjur melihat apa yang kulihat di dalam lilin itu. Dan aku tidak bisa memilih akhirnya aku menjadi apa.
Apa itu Manusia Macan Tutul?
Di dunia ada banyak julukan untuk Manusia Macan Tutul. Istilah “Manusia Macan Tutul” berasal dari Afrika Barat, diambil dari kata dalam bahasa Efik “ekpe” yang berarti “macan tutul.” Semua orang yang mempunyai kemampuan mistis sejati adalah Manusia Macan Tutul. Dan sebagaimana umat manusia telah berevolusi, begitu pula bangsa Macan Tutul di seluruh dunia tertata. Dua ribu tahun lalu ada pembantaian besar-besaran terhadap Manusia Macan Tutul di seluruh dunia. Percikan pertamanya di Timur Tengah setelah Yesus Kristus dibunuh (penjelasannya di Bab Tujuh: Ulasan Singkat Sejarah Kuno). Pembunuhan itu menggelora di seluruh dunia. Tidak ada tempat yang aman. Pembantaian itu disebut Upaya Besar. Namun, kami tidak dapat ditaklukkan, ingat itu, maka kami telah bangkit. Sudah pasti, juju digunakan untuk menutupi kebenaran tentang Upaya Besar, juju yang sangat kuat. Perbuatan siapa? Ada banyak dugaan, tapi tidak ada yang kuat (lihat Bab Tujuh lagi).
dari Kitab Kilat untuk Agen Lepas
oleh Isong Abong Effiong Isong
Usul dong… Begitu baca ‘Rupanya khas Afrika…’ kirain maksudnya ‘sebetulnya.’ Gimana kalo ‘Parasnya khas Afrika…”
*pembaca cerewed*
paras lebih cocok ya mba, thank you ^^
Usul: Aku keturunan Nigeria, kelahiran Amerika, lalu jadi warga Nigeria karena tinggal di sini.
thank you usul mba Femmy, seneng terjemahanku dibaca mba Femmy ^^
Terjemahannya bagus 🙂
seperti biasa…terjemahan Melody sll kereeennn 🙂